Mabuk HARTAWAN (Harta-Tahta-Wanita)

"Mabuk adalah bentuk kenikmatan yang disertai dengan hilangnya fungsi akal. Padahal dengan akal itu orang bisa mengetahui perkataan dan bisa menalar."

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَقْرَبُوا الصَّلَاةَ وَأَنتُمْ سُكَارَىٰ حَتَّىٰ تَعْلَمُوا مَا تَقُولُونَ

"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian shalat, sedang kalian dalam keadaan mabuk, sehingga kalian mengerti yang kalian ucapkan."(QS. An-Nisa’ [4] : 43)

Mabuk dianggap berhenti jika orang yang mabuk sudah mengetahui dan menyadari apa yang dikatakannya. Selagi belum mengetahui perkataannya sendiri, berarti dia masih dalam keadaan mabuk. Inilah batasan mabuk menurut pendapat jumhur ulama.

Imam Ahmad bin Hambal pernah ditanya, "Dengan tanda apa seseorang diketahui dia sedang mabuk". Imam Ahmad menjawab, "Yaitu jika dia tidak bisa membedakan antara bajunya sendiri dan baju orang lain, tidak bisa membedakan antara terompahnya sendiri dengan terompah orang lain," ujarnya.

Mabuk bisa disebabkan karena terlalu berlebihan mengejar HARTAWAN (Harta, Tahta/jabatan dan Wanita).

Orang yang mabuk harta, akalnya akan hilang, dan ingin mendapatkan harta sebanyak-banyaknya. Padahal, harta itu tidak berguna, ketika dia sudah mati.

Orang yang mabuk wanita, bukan hanya hilang akal dan nalarnya, tetapi juga hilang rasa malunya, demikian juga mabuk tahta atau jabatan.

Dan mereka yang sudah mabuk dengan kenikmatan dunia, seperti meneguk khamr, tak lagi pernah terpuaskan hanya satu sloki, dan terus akan mereguk khamr, sampai akhirnya datang ajal menjemputnya, dan semua yang diusahakannya menjadi sia-sia dan membuatnya celaka.

Seorang shahabat mengulang-ulang surah At-Takaatsur, di waktu melakukan shalat malam, sampai menjelang shubuh, sambil terus meneteskan air

أَلْهَاكُمُ التَّكَاثُرُ ﴿١﴾ حَتَّى زُرْتُمُ الْمَقَابِرَ ﴿٢﴾

Komentar